PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN KAITANNYA DENGAN TEORI LAIN
1. Psychological
Capital
Salah satu bentuk psikologi positif adalah Psychological Capital (PsyCap) atau
modal psikologis. Menurut Luthans, et al. (2007), PsyCap adalah hal positif
pada individu yang ditandai oleh self
efficacy, optimism, hope, dan resilience. PsyCap ini sangat penting bagi seorang karyawan, karena
dalam melaksanakan pekerjaannya, tentunya ia tidak akan lepas dari masalah
individual yang dapat berakibat negatif pada pekerjaannya.
2. Adversity
Quotient (AQ)
Stoltz memperkenalkan konsep Adversity Quotient (AQ), dimana seseorang dapat diukur kemampuannya
dalam menghadapi masalah atau persoalan hidup. Adversity Quotient adalah bentuk kecerdasan selain IQ, SQ, dan EQ
yang ditujukan untuk mengatasi kesulitan. AQ dapat dipandang sebagai ilmu yang
menganalisis kegigihan manusia dalam menghadapi setiap tantangan
sehari-harinya. Definisi AQ menurut Stoltz (2000), adalah nilai yang
menunjukkan kemampuan seseorang dalam mengatasi dan bertahan dalam kesulitan
yang dihadapi. Orang dengan AQ tinggi diharapkan akan mampu membantu dirinya
dalam meningkatkan daya saing, produktivitas, kreativitas dan inovasi, juga
motivasi. Stoltz (2000) juga menambahkan bahwa control, origin and ownership, reach, dan endurance (CO2RE) sebagai aspek-aspek dari AQ, mengungkapkan
tentang bagaimana seseorang dalam mengendalikan peristiwa yang menimbulkan
kesulitan dan berkaitan dengan cara merespon dan menangani kesulitan tersebut,
sehingga ketika menalani pekerjaannya, individu tersebut merasa mendapatkan
kepuasan. Dan orang tersebut menurut Stoltz termasuk dalam salah satu pendaki
kesuksesan atau climber dan tergolong sebagai orang yang memiliki AQ tinggi.
3. Grit
Grit dapat diartikan sebagai kualitas diri yang sabar
dan juga pantang menyerah mau berjuang dalam jangka panjang mengejar target
atau impiannya. Grit diibaratkan sebagai daya juang seseorang dalam mencapai
tujuannya. Dalam arti lain, Grit adalah presverance
(ketekunan) dan passion (gairah)
untuk menuntaskan sebuah tujuan jangka panjang.
KAITAN
PSYCAP DENGAN MOTIVASI
Sedangkan menurut Gray (dalam
Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang
bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan
timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertentu.
Motivasi
seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor
Internal; faktor yang berasal dari dalam diri individu.
b. Faktor
Eksternal; faktor yang berasal dari luar diri individu.
Berdasarkan
faktor yang mempengaruhi motivasi jika dikaitkan di PsyCap, dimensi PsyCap
dimensi-dimensi PsyCap termasuk kedalam faktor motivasi contohnya adalah
sebagai berikut:
·
Hope
dan
Self-Efficacy. Dimensi psychological capital yang ini termasuk
dalam motivasi internal atau dalam kata lain berasal dari dalam diri manusia. Hope
sendiri merujuk pada harapan positif yang dimiliki seseorang untuk mencapai
sesuatu, sedangkan Self-Efficacy merupakan sebuah keyakinan bahwa ketika kita
dihadapkan pada tugas dan tantangan, kita percaya pasti bisa menuntaskan tugas
itu.
SUMBER
:
Ekaputri,
Arintia,. (2016). Adversity quotient
dan psychological capital dalam
menentukan keterikatan kerja pada karyawan. Surbaya:
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Gemasari,
Irine. (2010). Adversity Quotient, Retrieved from https://personalityirine.wordpress.com/
PERBEDAAN OCB DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT
ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR
Robbins
mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian
dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya
organisasi tersebut secara efektif (2006: 31). Selain itu, diketahui juga bahwa
OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak
secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal (Organ, 1988; dalam Bolino, Turnley dan Bloodgood
2002: 505). Selanjutnya, dimensi OCB menurut Podsakoff et al. (1990) adalah
sebagai berikut:
a.
Altruism
Perilaku
karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang
sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi
orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan
merupakan kewajiban yang ditanggungnya.
b.
Conscientiousness
Perilaku
yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela
yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh
diatas dan jauh ke depan dari panggilan tugas.
c.
Sportmanship
Perilaku
yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa
mengajukan keberatan – keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang
tinggi dalam sportmanship akan meningkatkan iklim yang positif diantara
karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga
akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.
d.
Courtessy
Menjaga
hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah – masalah interpersonal.
Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan
orang lain, yaitu membantu teman kerja, mencegah timbulnya masalah sehubungan
dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai
kebutuhan mereka.
e.
Civic Virtue
Perilaku
yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi (mengikuti perubahan
dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi
atau prosedur – prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber – sumber
yang dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan
organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.
EMPLOYEE
ENGAGEMENT
Kahn
(1990:694), mendefinisikan employee
engagement sebagai keterlibatan anggota organisasi terhadap peran kerja
mereka. Dalam employee engagement,
karyawan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif dan emosional dalam
kinerja (performance) kerjanya. Employee
engagement sangat penting dalam organisasi dan sangat erat kaitannya dengan
kinerja. Dalam kata lain, employee engagement adalah keterlibatan karyawan
pribadi dalam peran kerjanya masing-masing.
Kelompok
peneliti Gallup (dalam Fobringer 2002) mengemukakan 4 dimensi dari employee engagement, yaitu:
1.
What do I get?
Pada
tahap ini, kebutuhan karyawan adalah hal yang paling dasar. Karyawan ingin mengetahui
apa yang menjadi harapanya, berapa jumlah yang akan di dapatkan, dan fasilitas apa
yang akan diperoleh.
2.
What do I give?
Setelah
berjalan beberapa waktu, tahap selanjutnya adalah karyawan akan mulai melihat
hal secara berbeda dan menyanyakan pertanyaan yang berbeda dari tahap pertama.
Pada tahap ini karyawan ingin mengetahui bagaimana cara melakukan tugasnya,
apakah orang lain berpikir postif tentang dirinya, dan apakah karyawan lain
bersedia membantu.
3.
Do I belong?
Setelah
karyawan tersebut merasa nyaman bekerja, ia akan menilai aspek yang lebih luas
dari pekerjaannya. Ia menilai bagaimana pendapatnya didengarkan di tempat
kerja. Apakah ia merasa selaras dengan misi perusahaan? Apakah ia merasa
mempunyai semangat yang sama dalam bekerja? Sehingga ia akan memutuskan apakah ia
harus merasa memiliki tempat kerjanya tersebut.
4.
How can we grow?
Setelah
merasa memiliki, karyawan tersebut akan memandang ke depan, memandang prospek organisasi
di masa yang akan datang. Apabila karyawan merasa jelas bahwa organisasi akan terus
bergerak maju, maka ia akan mengikat diri pada perusahaan tempatnya bekerja.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemaparan teori-teori Organizational
Citizenship Behavior dan Employee Engagement
diatas, dapat diketahui bahwa kesamaan dari keduanya merupakan sama-sama
perilaku karyawan terhadap organisasinya yang bersifat positif dan membantu
mewujudkan tujuan organisasi. Selain itu, keduanya juga merupakan pilihan yang
diambil oleh karyawan mereka ingin melakukan hal tersebut pada organisasinya
atau tidak, ia ingin terlibat pada organisasinya atau tidak.
Tetapi,
perbedaan diantara keduanya adalah jika OCB merupakan perilaku yang diluar dari
peran karyawan tersebut dalam pekerjaannya, Employee
Engagement lebih kepada peran yang memang menjadi kewajiban karyawan
tersebut dalam organisasinya atau dalam pekerjaanya tapi peran tersebut lebih
dari sekerdar “performance”.
Diketahui bahwa, semakin tinggi tingkat employee
engagement seseorang maka karyawan tersebut akan semakin puas dengan
pekerjaannya. Karyawan yang terikat adalah seorang yang terlibat penuh dalam
pekerjaannya dan sangat antusias terhadap pekerjaan.
SUMBER
:
1. Putri,
Kiransa, C, V,. & Liestiawati, Dwi,. (2013). Pengaruh employee engagement terhadap
organizational citizenship behavior pada karyawan kantor pusat PT. Sepatu Bata,
Tbk. Retrieved from http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-11/S52430-Vincentia
2. Huang,
Hidayat. (2014). Employee engagement apa dan bagaimana?, Retrieved from http://www.globalstats-research.com/employee-engagement-apa-dan-bagaimana/
WORK-ENGAGEMENT
DAN KOMITMEN ORGANISASI
Untuk
mengetahui apa hubungan work engagement
dengan komitmen organisasi, mana yang menjadi IV dan mana yang menjadi DV, mari
kita lihat hasil berbagai penelitian terkait yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa di Universitas
Bakrie, diketahui hasil bahwa ternyata work-engagement
mempengaruhi komitmen organisasi secara positif sebesar 16,3%. Organisasi dapat
meningkatkan work engagement karyawan
dengan menyediakan sumber daya kerja yang memadai sedangkan karyawan dapat
meningkatkan work engagement yang
dimilikinya secara individual dengan menjadi lebih proaktif seperti melakukan job crafting.
Selain itu, diungkapkan oleh Bakker,
Demerouti, Field dan Buitendach bahwa work
engagement memiliki hubungan korelasional dan prediktif dengan komitmen
organisasi (Bakker, 2004). Hasil dipenelitian yang lain juga pada Chairudin,
Riadi, Hariyadi, & Sutadji menunjukkan bahwa komitmen organisasi
dipengaruhi oleh work engagement
sepanjang anggota punya keterlibatan yang baik pada kegiatan organisasinya
(Chairudin, 2015).
SUMBER
:
1. Prabawati,
N, Ira,. (2017). Meaningfull work dan work engagement terhadap komitmen organisasi
pada relawan. Depok: Universitas
Psikologi Universitas Gunadarma. Retrieved from file:///C:/Users/Amelia/Downloads/1637-3735-1-SM.pdf
Komentar
Posting Komentar